Minggu, 04 Maret 2012

kami tdak perna merdeka

foto 
 
inilah hidup gang bergelut dengan sampah dan bau
dimana pemerinta tersayangQ
kami lapar tak tau lagi harus berbuat apa,,,,mencuri pun sangat bahaya tolg kami kami butu makan 
apa kah kami akan mati dan tak perna merasa merdeka dalam negara tercinta ini
Memang benar, banyak sekali NGO dan LSM yang menjual kemiskinan untuk meraih simpatik orang-orang di negara kaya, dan yang saya tidak setuju, mereka (tidak semua) hidup dengan dana yang mereka kelola untuk si miskin papa tersebut, dengan dalih menjadi koordinator dan sebagainya, mereka hidup dan digaji dari uang yang mereka kelola, maka tidaklah heran isu miskin dan penderitaan si miskin harus terus digembar gemborkan agar dana terus mengalir lancar.

Memang negara korupsi seperti Indonesia sangat susah jika kita bicara tentang "uang", dimana uang menjadikan orang gelap mata dan melupakan harga diri dan menggadaikan rasa kemanusiaannya. Coba bayangkan, betapa teganya orang yang dipercaya mengelola dana sumbangan untuk korban bencana, terutama bencana tsunami Aceh yang legendaris sebagai bencana alam terbesar memakan korban yang sangat banyak., disana tikus korupsi banyak yang mendadak kaya.!  Dimana nurani manusia-manusia ini.?  Hupssss jadi pengap sesak nafas jika membicarakan soal ini. Tapi mau tidak mau kita harus mengakui bahwa manusia bangsa Indonesia (tidak semua lho, karena sayapun ogah makan uang haram),  memang 'rakus' dan senang mengambil hak/ milik orang lain.!  jadi tidak heran, orang bersusah payah untuk menjadi pejabat, supaya lebih leluasa mengambil uang yang bukan haknya. Pemiskinan diri
Seorang teman waktu makan di restoran Pizza berceloteh, 'aneh ya, aku bayar pakai uang tunai, malah tidak ada diskon, eh orang yang bayar pakai kartu kredit malah dapat diskon besar, padahal mereka itu 'kan ngutang.!'

Memang serasa tidak adil untuk jadi orang 'miskin' di Indonesia, sudah jelas tidak bisa punya kartu kredit, dan jika belanja atau makan di restoranpun tidak mendapat potongan harga.  Sedangkan orang berduit, uangnya semakin bertambah karena selain dapat potongan berupa diskon, masih ditambah poin-poin sebagai uang kembali dari masing-masing kartu kreditnya, yang saat ini berlomba menarik konsumennya secara agresif.

Dampak dari fasilitas kartu kredit yang mengiurkan, dan kemudahan memperolehnya yang tergolong mudah, menjadikan banyak kantor / perusahaan membayar gaji karyawannya langsung via rekening bank dan karyawan membelanjakan uangnya dengan kartu kredit.

Mengejutkan ketika melihat kenyataan beberapa orang teman, sampai dipecat dari pekerjaannya, karena ternyata mereka bermasalah dengan keuangannya, pepatah yang mengatakan 'besar pasak daripada tiang' mereka anut dan jalankan dalam menghamburkan uangnya. Efeknya pembengkakan hutang pada perusahaan tempat bekerja, menjadikan mereka mendapat sanksi berupa teguran, bahkan dipecat dengan tidak terhormat termasuk penyitaan beberapa asset pribadi yang dimiliki, seperti mobil, bahkan rumah tinggal.

Pada tahun 2007 saja, sebagaimana dikutip dari harian "South China Morning Post"  yang sudah memberitakan adanya peningkatan pebelanja kompulsif di Hongkong, dimana negara tersebut tercatat sebagai surga belanja, banyak orang bangkrut karena belanja tanpa perhitungan. ini di Hongkong.! bagaimana dengan Indonesia, berapa banyak karyawan yang di pecat karena banyak hutang pada perusahaan dan kerja selalu bolos dengan alasan sakit, karena stress kebanyakan hutang hahaaaa.
adalah sosok pemulung, anak-anak jalanan yang mengemis di perempatan lampu merah, dan tunawisma yang hidup dibantaran sungai serta kolom jembatan. Padahal namanya kemiskinan saat ini bukan hanya sosok yang sudah disebutkan dimuka, tetapi beberapa orang yang terlihat kaya dengan mobil dan rumah mewahnya, sebenarnya mereka sedang menuju pada pemiskinan diri.

Kenapa terjadi pemiskinan diri.?, sebab banyak orang yang terlena dengan kemudahan fasilitas 'ngutang' dulu dengan kartu kredit menjadi begitu konsumtif, mereka masuk dalam group shopaholic, yaitu penyakit gila belanja, mulai dari tour keluar negeri yang harganya dua atau tiga kali lipat gajinya sebulan, sampai yang setiap hari harus makan di restoran mewah demi gengsi, belum lagi perawatan salon yang butuh dana besar sebagai penunjang penampilan, padahal dana simpanan untuk kebutuhan mendesak, saldonya nol besar.! dan asuransi kesehatan/ jiwa/ kecelakaan tidak punya.

Selain sebagai penyakit 'gaya hidup' penyakit gila belanja ini banyak pemicunya, diantaranya, Tingkat kecanduan makin parah, ketika mereka berbelanja untuk melupakan kesedihan/ kesepian, misalnya ditinggal suami yang untuk pergi menikah lagi, dan ada yang menderita kecanduan belanja hanya sebagai anjang pamer, seolah dia menjadi orang yang dihagai jika mampu mentraktir teman-teman, memberi hadiah-hadiah dan mencoba menjadi pusat perhatian dengan penghamburan uang. Tipe shopaholic jenis ini mungkin yang paling bahaya, sebab sebetulnya mereka banyak yang tidak kaya, bahkan untuk kebutuhan hidup saja pas-pas'an, tapi demi ego diri maka mereka terperosok menjadi shopaholic. Memang betul, kaum perempuan lebih banyak yang menjadi shopaholic karena memang perempuan indentik dengan hobi belanja, karena perempuan banyak sekali alasan untuk itu, mulai dari penampilan sampai kebutuhan rumah tangga,  tetapi saat ini kaum lelakipun sudah banyak yang manjadi shopaholic, banyak lelaki yang tergila-gila mendekorasi soundsistem dan aksesoris mobilnya, dan membeli peralatan olahraga yang sedang popular, alat elektronik lain yang terkadang tidak sesuai kebutuhan, hanya sekedar ikut teman dan ingin dikatakan mampu dan mengikuti zaman.

Beda antara pengemis dan pemalas
Ada perbedaan yang sangat jelas, antara pengemis yang benar mengemis karena miskin dan menderita, dan pengemis yang memang orang malas, mau cari gampang untuk hidup di kota-kota besar.
Suatu hari di jalan Juanda Jakarta yang sangat padat, ketika mobil berhenti karena macet, tiba-tiba saya dengar kaca jendela mobil diketuk orang, begitu saya menoleh, terlihat seorang penjual air minum yang menjajakan jualannya, saya lihat kedua matanya buta.! terenyuh melihatnya, hati jadi miris dan saya mengambil uang Rp. 5.000,- diserahkan ketangannya, dan aneh sekali orang buta bisa dengan meraba menjadi tau, itu uang berapa nominalnya, dia bertanya : ibu mau beli 1 atau 2 botol.? kalau 2 uangnya kurang seribu.
Saya bilang, uang tersebut untuk bapak aja, saya sudah punya botol minum bawa dari rumah. daaaaaaaaaaan secara tak terduga, saya ditimpuk dengan uang yang saya berikan itu, uang tersebut diremas dan ditimpukan kemuka saya, dengan bentakkan:  Bu, saya bukan pengemis.! saya sedang jualan.!
                            Saya menangis, bukan karena sakit kena timpukan uang tersebut, tapi saya menangis karena merasa salah.! ternyata tidak semua orang mau menerima uang dengan mudah.! bahkan seorang cacat tubuhpun masih punya harga diri untuk tidak jadi pengemis.!  mungkin juga tidak ingin merampas uang orang lain, bahkan memusuhinya agar terlepas dari urusan uang ini.
Dalam perjalanan melanjutkan menyetir, saya jadi melamun, bagaimana ingatan melayang pada seorang teman yang merampas uang saya dalam suatu transaksi, dia menjadi demikian galak dan menyerang saya dengan pembelokan fakta dan memfitnah macam-macam, hanya untuk menutupi 'malu'nya karena ada bukti / data tertulis yang berhasil pengacara saya dapatkan, bahwa memang dia mengambil uang saya.  Bandingkan dengan orang buta penjual air tersebut, dia jauh lebih berharga, dia jauh lebih berprikemanusiaan karena tidak mau hidup dengan uang haram, seberapapun besarnya jumlah uang tersebut.
                     Orang yang malas, apalagi miskin, hidup hanya menadah tangan disetiap kesempatan, maka banyak pengemis yang mengendong anak sewaan untuk meraih iba orang lain, bahkan ada yang sengaja melabur dirinya dengan lumpur got dan berpakaian compang camping agar orang mau memberi sedekah, Maka tidak heran banyak oknum yang memanfaatkan kemalasan mereka untuk diperas dan dijadikan budak untuk selalu mengemis.! sehingga pemerintah sampai mengeluarkan peraturan untuk memberantas sendikat yang memanfaatkan tenaga pengemis. keluarlah  Peraturan Daerah (Perda) Ketertiban Umum nomor 8 Tahun 2007, pemberi sedekah di jalanan diancam hukuman maksimal denda Rp 20 juta atau kurungan maksimal 60 hari.  serem mbooo maksud hati mau sedekah yang ada dimasukin penjara.!

              Sangat berbeda dengan orang miskin yang tidak malas, mereka sungkan menerima uang tanpa kerja, contoh ini saya melihat koordinator orang miskin jalanan di kota Manado, mereka terdiri dari orang buta, dan cacat tubuh lainnya, mereka membawa bungkusan kacang goreng seharga Rp 2.000,- dan setiap warung makan dan orang yang berlalu lalang, mereka menyodorkan dagangannya untuk dibeli. jadi tidak semata-mata mengemis.! tapi ada transaksi jual beli, walaupun pembeli tidak sepenuhnya mau makan kacang goreng tersebut, tapi tetap membeli untuk memberi semangat juang pada mereka.  Demikian juga di komplex perumahan saya, ada 3 rumah penampungan orang buta, mereka tidak mengemis, tapi mereka tukang pijat berijazah, maka ketika hari mulai magrib dengan bunyi kencringan yang khas, para orang buta ini berkeliling untuk mencari pelanggan yang mau dipijat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar